Kejagung Ungkap Kasus Tata Kelola Minyak Mentah Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

Kejagung Ungkap Kasus Tata Kelola Minyak Mentah Rugikan Negara Rp193,7 Triliun - Image Caption
News24xx.com - Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjas Sama (KKKS) tahun 2018-2023 telah merugikan keuangan negara Rp193,7 triliun.
Kerugian dimaksud berasal dari berbagai komponen di antaranya, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri. Selain itu kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.
“Adanya kerugian keuangan negara mencapai Rp193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagaimana dikutip, Selasa (25/2/2025).
Kasus dugaan korupsi ini tetjadi periode tahun 2018-2023 terkait pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.
Saat itu, PT Pertamina (Persero) wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi. Langkah ini diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.
Namun tersangka RS, SDS dan AP malah melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir. Rapat ini dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.
Akibat ulah para tersangka membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor. Pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.
Akibatnya secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah, dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
Jika dibandingkan harga pembelian impor sangat tinggi dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri. Pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina dengan broker. Diketahui tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
Sedang tersangka DW dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi. Bahkan pada saat syarat belum terpenuhi sudah mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang.
Akibat permainan kotor ini, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi. Bahkan HIP dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN. Perkiraan sementara negara merugi sebesar Rp193,7 triliun.
Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka baru yang diduga ikut menikmati hasil korupsi ini. Para tersangka itu, RS selaku direktur utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF selaku PT Pertamina International Shipping.
Selain itu, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku komisaris PT Jenggala Maritim dan direktur utama PT Orbit Terminal Merak. ***