Diduga Terima Suap Rp60 Miliar, Ketua PN Jaksel Ditahan Kejagung

Diduga Terima Suap Rp60 Miliar, Ketua PN Jaksel Ditahan Kejagung - Image Caption


News24xx.com -  Dunia peradilan kembali digemparkan dengan ditangkapnya Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarata Selatan (Jaksel) M. Arif Nuryanta oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kini pengadil nomor satu di wilayah Jakarta Selatan resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan bersama tiga tersangka lainnya.

Mantan Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Pusat ini diduga menerima suap sebesar Rp60 miliar. Uang tersebut sebagai imbalan untuk mengatur putusan perkara pemberian fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) kepada tiga korporasi yaitu, PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group dan PT Musim Mas Group.

Hal itu dikatakan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar. Dugaan suap ini dilakukan Ketua PN Jaksel agar majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan putusan sesuai yang diinginkan tersangka Marcella Santoso dan Aryanto selaku advokat korporasi.

“Ditemukan fakta alat bukti MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap kepada MAN sebanyak Rp60 miliar,” kata Qohar, pada Sabtu (12/4/2025) malam, dalam keterangannya.

Uang puluhan miliar diberikan melalui tersangka Wahyu Gunawan (WG) yang merupakan Panitera Muda PN Jakarta Utara. Uang Rp60 milar dimaksud agar Ketua PN Jaksel bisa mengatur majelis hakim yang mengadili memberikan putusan onstlag atau biasa disebut ‘putusan lepas’

Kasus ini berawal dari PT Wilmar Group yang dihukum denda sebesar Rp1 miliar apabila dalam satu bulan tidak membayar. Sanksinya harta/aset kekayaan masing-masing korporasi dapat dirampas untuk dilelang. Jika harta benda terpidana korporasi tidak mencukupi, harta benda Tenang Parulian Sembiring selaku direktur yang mewakili lima korporasi dapat disita dan dilelang.

Jika harta terpidana korporasi dan Tenang Parulian juga tidak mencukupi, maka Tenang Parulian dikenakan subsidiair pidana kurungan selama 12 bulan penjara. Selain itu terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 yang dibebankan secara proporsional kepada kelima terdakwa korporasi.

Jika harta benda Tenang Parulian selaku Direktur yang disita dan dilelang, tidak cukup maka dikenakan subsidiair pidana penjara 19 tahun. Sedangka terdakwa Permata Hijau Group dihukum membayar denda sebesar Rp miliar.

Dalam satu bulan denda tidak dibayar, harta/aset kekayaan masing-masing korporasi dapat dirampas untuk dilelang. Jika tidak mencukupi maka harta kekayaan milik personel pengendali kelima korporasi, David Virgo dapat disita untuk dilelang. Tidak cukup juga, David Virgo dikenakan subsidiair selama sembilan bulan penjara.

Jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan menuntut terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp937.558.181.691,26 yang dibebankan secara proporsional kepada kelima terdakwa. Apabila dalam satu bulan tidak membayar, maka harta benda korporasi dan David Virgo dapat disita untuk dilelang. Apabila tidak mencukupi terhadap David Virgo dikenakan subsidiair penjara selama 12 bulan.

Sementara itu, terdakwa Musim Mas Group dituntut membayar denda Rp1 miliar kepada personel pengendali PT Musim Mas, Gunawan Siregar selaku direktur utama. Denda juga dikenakan kepada personel pengendali PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, yakni Rudi Krisnajaya selaku direktur utama. PT Musim Mas Fuji, yakni Siu Shia selaku presiden direktur. PT Megasurya Mas, yakni Alok Kumar Jain selaku direktur utama, dan PT Wira Inno Mas yakni Erlina selaku direktur utama dapat disita dan dilelang.

Jika tidak mencukupi kelima personel pengendali tersebut masing-masing dipidana 11 bulan penjara. Dalam persidangan JPU juga menuntut pidana tambahan kepada para terdakwa untuk membayar uang pengganti atas perekonomian negara sebesar Rp4.890.938.943.794,1 yang dibebankan kepada para terdakwa korporasi secara proporsional.

Jika harta benda terdakwa korporasi dan personel pengendali yang disita tidak mencukupi, para terdakwa pidana masing-masing 15 tahun. Denda tambahan perusahaan mereka dilarang beroperasi selama satu tahun.

Di persidangan majelis hakim menyatakan, perbuatan para terdakwa terkait perkara pemberian fasilitas ekspor crude palm oil, dan turunannya pada industri kelapa sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai Maret 2022 sangat erat hubungannya dengan perselisihan perdata.

Majelis hakim juga berpendapat, tuntutan ganti kerugian yang diajukan JPU sudah memasuki kewenangan peradilan umum. Sebab, masalah itu telah di sengketakan para terdakwa dengan Menteri Perdagangan RI dan telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 233/PDT.G/2024/PN Jkt Pst tertanggal 21 Januari 2025.

Atas dasar itu, majelis hakim berpendapat para terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya dalam unsur ketiga Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999.

Undang undang ini telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Majelis hakim akhirnya memutuskan bahwa perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging).  ***