Diduga Salah Gunakan Wewenang, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah Blokir Legalitas Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta

Diduga Salah Gunakan Wewenang, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah Blokir Legalitas Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta - Image Caption


News24xx.com -  Perwakilan Perhimpunan Alumni (Peruni) Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) Jakarta, Ahmad Robertus Rusmiarso, menyoroti pemblokiran akses Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) oleh Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM terhadap Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta, yang diduga terjadi atas perintah Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah.

Peruni pun mengajukan pencabutan pemblokiran. “Peruni, ingin menindaklanjuti laporan yang kita masukkan ke Ombudsman RI beberapa waktu yang lalu mengenai dugaan penyalahgunaan wewenang salah Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah yang diduga mengintervensi, memblokir legalitas Yayasan 17 Agustus 1945 Jakarta,” kata Robert, Sabtu (9/12), kepada wartawan.

“Jadi ini ada dugaan konspirasi jahat untuk melakukan pemblokiran legalitas Yayasan, dimana ujung-ujungnya ingin menjual lahan kampus yang sedang kita perjuangkan,” ujarnya.

Robert berharap pemblokiran dicabut. Jika tidak, Peruni akan menuntut ganti rugi secara materi maupun immateri kerugian yang dialami Yayasan. Karena dengan adanya pemblokiran tersebut, kata dia, banyak tindakan hukum yang harus dilakukan Yayasan semuanya jadi terhambat. “Dan ini sangat merugikan kepentingan perguruan tinggi utamanya mahasiswa,” ucap Robert.

Adapun akibat pemblokiran ini, Yayasan mengalami kerugian materiil dan imateriil. Untuk immateriil pengurus Yayasan dan Universitas mengalami kerugian hingga Rp.1 triliun.

Pemblokiran, kata dia juga dinilai melanggar kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang dijamin konstitusi, UUD 1945. Lalu, melanggar pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum yang dijamin konstitusi. Juga mencederai Asas Umum Pemerintahan yang Baik.

“Karena itu, dengan ini kami mengingatkan agar pemblokiran akses SABH Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta dibatalkan dan mengganti kerugian Yayasan, serta mengumumkan kepada media massa nasional terkait pembatalan tersebut,” tandas Robert.
Robert mengatakan, apabila ada tanggapan atau respons dari pihak yang dilaporkan terkait persoalan ini, dan berkaitan dengan hukum, maka pihaknya akan bekerjasama dengan LKBH UTA ‘45 Jakarta.

Robert mengungkapkan, pihaknya yang diwakili Bambang Prabowo, J. Rajes Khana dan Bambang Sulistomo sendiri, sempat dipertemukan dengan Ahmad Basarah beberapa waktu lalu.

Dalam pertemuan tersebut dipaparkan alasan permintaan blokir diajukan, salah satunya lantaran adanya perubahan singkatan nama dari UNTAG menjadi UTA ’45. Hal itu dianggap wujud de-Seokarnoisasi, sebab Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dibentuk oleh golongan PNI, partai politik Presiden Pertama RI Soekarno.

Pimpinan UTA ’45 Jakarta juga dipersoalkan, lantaran beberapa di antaranya dianggap bukan berasal dari pribumi. Ahmad Basarah, kata dia juga minta dimasukkan namanya dalam kepengurusan Yayasan. Selain itu, mata kuliah Soekarnoisasi juga diharapkan masuk dalam kurikulum Universitas.

“Latar belakang atau alasan pemblokiran itu lalu dijawab pihak kami, bahwa nama Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta sama sekali tidak mengalami perubahan, tetapi singkatan nama UNTAG menjadi UTA ’45 adalah dikarenakan maraknya jual-beli ijazah dan formulir ijazah dengan nama UNTAG telah banyak beredar,” papar Robert.

“Dan UNTAG mendapatkan konotasi yang negatif dengan beberapa ejekan UNTAG= Universitas Tante Girang. Oleh karena itu, berdasarkan keputusan Senat Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, singkatan Universitas tidak lagi menggunakan singkatan UNTAG tetapi UTA ’45,” imbuhnya.

Kepengurusan Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta saat ini, lanjut dia secara de facto di bawah kepemimpinan Bambang Sulistomo, yang notabene putra pahlawan nasional Bung Tomo.

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta juga telah memiliki kurikulum pendidikan yang mengandung banyak nilai-nilai Pancasila, bahkan memiliki mata kuliah kekhasan yakni Cita Hukum Pancasila.

“Kami juga menyayangkan sikap rasis oknum pimpinan MPR tersebut. Kami pun menolak semua tuduhannya,” tandas Robert.  ***