Indonesia Pulangkan Warga Negara Prancis yang Sakit dan Terancam Hukuman Mati

Indonesia Pulangkan Warga Negara Prancis yang Sakit dan Terancam Hukuman Mati - Image Caption


News24xx.com -  Pihak berwenang Indonesia pada hari Selasa mengawal seorang warga negara Prancis yang sedang sakit dan dijatuhi hukuman mati di negara Asia Tenggara tersebut ke bandara di Jakarta saat kepulangannya ke Prancis sedang berlangsung menyusul kesepakatan antara kedua negara.

Serge Atlaoui, yang telah menghabiskan hampir 20 tahun di penjara Indonesia karena pelanggaran narkoba, memenangkan penangguhan hukuman mati oleh regu tembak beranggotakan 13 orang pada menit terakhir tahun 2015, setelah pemerintah Prancis meningkatkan tekanan karena Atlaoui masih memiliki banding pengadilan yang belum dibayar.

Pada bulan Mei 2015, Indonesia mengeksekusi delapan terpidana lainnya, tetapi Atlaoui diberi penangguhan hukuman mati. Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta menolak banding terakhirnya pada bulan berikutnya.

Ayah empat anak ini, yang kini berusia 61 tahun dan dikabarkan menderita kanker, mengajukan permohonan terakhir agar dapat dipulangkan pada bulan Desember dengan menulis surat kepada pemerintah Indonesia yang meminta untuk menjalani sisa hukumannya di Prancis.

Paris menanggapi dan perjanjian pemindahan ditandatangani dari jarak jauh oleh menteri senior hukum Indonesia Yusril Ihza Mahendra dan Menteri Kehakiman Prancis Gérald Darmanin pada 24 Januari, yang memungkinkan Atlaoui kembali ke rumah pada hari Selasa.

Atlaoui ditangkap pada tahun 2005 atas dugaan keterlibatannya dalam sebuah pabrik yang memproduksi obat psikedelik MDMA, yang terkadang disebut ekstasi, di pinggiran Jakarta. Pengacaranya mengatakan bahwa ia bekerja sebagai tukang las di pabrik tersebut dan tidak mengerti untuk apa bahan kimia di tempat itu digunakan.

Atlaoui, dari kota Metz di Prancis, telah mempertahankan ketidakbersalahannya selama 19 tahun di balik jeruji besi, dengan mengklaim bahwa ia memasang mesin di tempat yang ia kira adalah pabrik akrilik. Polisi menuduhnya sebagai "ahli kimia" di lokasi tersebut. Ia awalnya dijatuhi hukuman seumur hidup, tetapi Mahkamah Agung pada tahun 2007 meningkatkan hukumannya menjadi hukuman mati saat banding.

Atlaoui dibawa dari Penjara Salemba di Jakarta pada Selasa sore dan dibawa dengan mobil ke bandara, di mana ia akan naik pesawat komersial ke Paris pada sore harinya. Ia diperkirakan tiba di Prancis pada Rabu pagi.

Dia tidak memberikan komentar apa pun kepada kerumunan wartawan di luar penjara.

Begitu kembali ke Prancis, Atlaoui akan menjalani sisa hukumannya sesuai hukum Prancis, kata I Nyoman Gede Surya Mataram, pejabat imigrasi dan pemasyarakatan. “Pemerintah Indonesia akan terus mendorong dan memperkuat semangat memerangi narkoba di negara kita,” imbuhnya.

Atlaoui, mengenakan celana jins dan kemeja putih, mengenakan topi baseball dan masker wajah, dibawa ke hadapan wartawan di bandara, meskipun ia tidak berbicara.

Duta Besar Prancis Fabien Penone mengucapkan terima kasih kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan pemerintahannya atas pemindahan tersebut. Ketika ditanya apa yang akan terjadi pada Atlaoui setelah kembali ke Prancis, Penone mengatakan bahwa pihak berwenang Prancis akan memeriksa kembali kasusnya.

Sekitar 530 orang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, sebagian besar karena kejahatan terkait narkoba, termasuk hampir 100 warga negara asing, menurut data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Eksekusi terakhir di Indonesia, terhadap seorang warga negara Indonesia dan tiga warga negara asing, dilakukan pada bulan Juli 2016.

Pemerintah Indonesia pada bulan Desember memulangkan Mary Jane Veloso, seorang warga Filipina yang dijatuhi hukuman mati dan hampir dieksekusi oleh regu tembak pada tahun 2015, setelah permintaan lama dari negara asalnya.

Lima warga Australia yang menghabiskan hampir 20 tahun di penjara Indonesia karena perdagangan heroin juga kembali ke Australia pada bulan yang sama berdasarkan kesepakatan yang dicapai antara kedua pemerintah.

Menyusul pemulangan narapidana asing baru-baru ini, Jakarta sedang mempertimbangkan untuk membuat peraturan baru tentang amnesti dan pemindahan narapidana sebagai bagian dari tujuan yang lebih luas untuk mengurangi kepadatan di penjara-penjara negara yang sudah penuh sesak. ***