Pakar Hukum Tata Negara Tom Pasaribu Kritik Presiden Prabowo Soal Pengangkatan Eddy Hiariej Jadi Wamen

Pakar Hukum Tata Negara Tom Pasaribu Kritik Presiden Prabowo Soal Pengangkatan Eddy Hiariej Jadi Wamen - Image Caption
News24xx.com - Pakar Hukum Tata Negara, Tom Pasaribu memberikan sorotan tajam atas keputusan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang kembali mengangkat Eddy Hiariej sebagai Wakil Menteri dalam kabinetnya. Menurut Tom, langkah tersebut menimbulkan tanda tanya besar soal komitmen pemberantasan korupsi yang selama ini digaungkan Prabowo.
“Presiden Prabowo selalu bilang ingin memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Tapi nyatanya, di lingkaran dekatnya ada nama yang pernah berstatus tersangka di KPK yaitu Eddy Hiariej,” ungkap Tom Pasaribu kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/9).
Tom menegaskan, sebelumnya Prabowo sudah menjanjikan perbaikan sistem dan penegakan hukum yang tegas untuk memerangi korupsi. “Jangan cuma janji manis doang, tapi bukti nyata harus ada,” lanjutnya.
Tom mengingatkan publik soal kasus Eddy Hiariej yang sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2023. “Kenapa KPK tiba-tiba melepas Eddy? Padahal bukti sudah kuat dan dia sempat ditahan. Kalau memang sudah ada proses hukum, harus jelas dan transparan, bukan tiba-tiba hilang dari radar,” kritik Tom.
Menurut Tom, pengangkatan kembali Eddy di kabinet justru bisa meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap janji Prabowo membangun pemerintahan bersih. “Kalau serius ingin memberantas korupsi, harusnya pilih orang yang bersih dari masalah hukum. Banyak tokoh lain yang lebih layak. Ini justru bikin masyarakat skeptis,” tegasnya.
Tom juga meminta KPK untuk buka suara soal status hukum Eddy. “KPK jangan diam saja. Kalau kasus dihentikan, jelaskan secara hukum supaya publik tidak curiga ada kompromi politik jelang pemilu dan pilpres kemarin,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Eddy Hiariej sempat ditetapkan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada 9 November 2023. Berdasarkan laporan, Eddy diduga menerima gratifikasi Rp 7 miliar pada Maret 2023. Namun, pada 30 Januari 2024, hakim tunggal PN Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan Eddy sehingga status tersangka dicabut. ***