Jatah Preman di Dinas PUPR Riau, KPK Bongkar Dugaan Fee 5 Persen untuk Gubernur
Jatah Preman di Dinas PUPR Riau, KPK Bongkar Dugaan Fee 5 Persen untuk Gubernur - Image Caption
News24xx.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan tiga tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pekanbaru, Riau, Rabu (05/11/2025).
Ketiganya adalah Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau Muhammad Arif Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M Nursalam.
Penetapan tersebut diumumkan langsung oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, didampingi Juru Bicara Budi Prasetyo dan Deputi Bidang Penindakan Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Yang terjadi di Provinsi Riau ini sangat kami sayangkan. Hari ini kita kembali menyaksikan Gubernur keempat yang terjerat OTT. Ini menunjukkan korupsi masih menjadi persoalan serius di daerah,” tegas Johanis Tanak.
Menurut Johanis, OTT ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima KPK beberapa waktu lalu. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan intensif hingga terungkap dugaan praktik suap di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau.
Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan bahwa pada Mei 2025 terjadi pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR-PKPP dengan enam Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) wilayah I hingga VI di sebuah kafe di Pekanbaru.
Dalam pertemuan itu dibahas rencana pemberian fee proyek sebesar 2,5 persen dari nilai anggaran proyek jalan dan jembatan tahun 2025 sebagai “ucapan terima kasih” kepada Gubernur Abdul Wahid atas penambahan anggaran.
Namun, menurut Johanis, setelah laporan hasil pertemuan disampaikan kepada Kepala Dinas Muhammad Arif Setiawan, permintaan berubah menjadi 5 persen, atau sekitar Rp7 miliar. Permintaan tersebut disebut-sebut atas perintah langsung Gubernur Abdul Wahid.
“Kepala Dinas menyampaikan bahwa permintaan Gubernur bukan 2,5 persen, tapi 5 persen. Bagi yang tidak mau ikut, diancam akan dicopot dari jabatan. Di kalangan dinas, praktik seperti ini bahkan dikenal dengan istilah jatah preman,” ungkap Johanis.
KPK menduga praktik tersebut berkaitan dengan lonjakan anggaran Dinas PUPR-PKPP Riau yang meningkat dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar atau naik lebih dari Rp100 miliar dalam APBD 2025.
Peningkatan inilah yang disebut menjadi pintu masuk praktik korupsi berjamaah antara pejabat dinas dan pihak-pihak tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
“Modus seperti ini sangat berbahaya karena dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan melibatkan banyak pejabat strategis,” kata Johanis.
Sejumlah pihak, baik dari unsur pejabat dinas maupun swasta, telah diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut. KPK menegaskan, kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh kepala daerah agar tidak menggunakan jabatan untuk memperkaya diri.
“Korupsi anggaran publik berarti merampas hak rakyat. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga persoalan moral dan tanggung jawab kepada masyarakat,” tutup Johanis Tanak. ***