Pertemuan Perubahan Iklim ke-30 di Brasil, Indonesia Desak Negara Maju Komitmen dalam Pembiayaan Iklim
Pertemuan Perubahan Iklim ke-30 di Brasil, Indonesia Desak Negara Maju Komitmen dalam Pembiayaan Iklim - Image Caption
News24xx.com - Sikap tegas ditunjukkan Ketua Delegasi COP30 Indonesia yang dipimpin Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup pada High Level Ministerial Dialogue on Climate Finance 2025 yang diselenggarakan dalam rangkaian Pertemuan Perubahan Iklim ke-30 di Belem, Brasil.
Sikap Indonesia menitikberatkan pada pembiayaan iklim yang harus kredibel, terukur, dan berkeadilan agar pelaksanaan Pasal 9.1 dan 9.3 Perjanjian Paris serta target New Collective Quantified Goal (NCQG) dapat dicapai dalam jangka pendek dan menengah.
Indonesia mendesak negara maju untuk menunjukkan komitmen nyata dengan meningkatkan transparansi Article 9.5 dan memperbaiki kualitas instrumen pembiayaan agar tidak membebani negara berkembang.
Menurut Hanif, dalam 2-5 tahun ke depan, Indonesia menekankan tiga prioritas aksi yaitu memastikan kepastian dan prediktabilitas aliran dana sebagai basis perencanaan mitigasi dan adaptasi, memperkuat pelaporan UNFCCC sehingga Article 9.5 menjadi data lengkap, dapat diakses, dan berguna untuk melacak kemajuan NCQG, serta memprioritaskan kualitas pembiayaan melalui pergeseran ke hibah, pinjaman lunak, dan ketentuan yang meringankan demi melindungi fiskal dan kedaulatan pembangunan negara berkembang.
“Pembiayaan iklim bukan sekadar angka di atas kertas, ini soal kelangsungan hidup masyarakat dan kedaulatan pembangunan. Negara maju harus tunjukkan komitmen nyata sekarang, bukan janji di masa depan,” kata Hanif Faisol, dalam rilis yang didapat POSKOTAONLINE.COM, Mimggu (16/11/2025).
Dalam pertemuan HLMD-Climate Finance, keselarasan sikap Indonesia juga diperkuat dengan pernyataan tuntutan dari negara lainnya, seperti yang disampaikan oleh Presiden COP30 André Correa do Lago yang menekankan bahwa keputusan NCQG harus mencerminkan skala tantangan.
“Keputusan NCQG harus mencerminkan besarnya tantangan iklim, target pembiayaan publik minimal 300 miliar dolar AS per tahun, dan total kebutuhan aksi mencapai 1,3 triliun dolar AS,” ungkap Andre.
Menurutnya, arsitektur pembiayaan global yang lebih inklusif, responsif, dan berbasis kebutuhan negara berkembang.
Selain itu, Executive Secretary UNFCCC Simon E. Stiell juga mendesak percepatan implementasi. “Kita harus beralih dari plan to progress menjadi ambition to action: dari perencanaan menuju implementasi nyata yang ambisius dan terukur.” ungkapnya.
Simon E. Stiell juga secara langsung meminta negara maju menggandakan komitmen pembiayaan dari baseline 2019 dan memperbesar aliran dana melalui mekanisme UNFCCC menuju 2030. ***