Menteri Yasona Laoly Disomasi Ketiga Kalinya Senat UTA ’45
News24xx.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly disomasi. Somasi ketiga ini dilayangkan Senat Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) Jakarta.
Somasi dilakukan usai Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yayasan yang menaungi UTA ’45 Jakarta, Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta, diblokir Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).
“Kedatangan kami hari ini sekaligus menyampaikan somasi hukum melalui LKBH UTA ’45 Jakarta untuk kiranya dapat dilakukan pembukaan blokir tersebut,” kata Ketua Senat UTA ’45 Jakarta, Dr. Wagiman, Kamis (21/12), kepada wartawan, di kantor Ditjen AHU Kemenkumham, Jakarta.
Pihaknya prihatin atas sikap Ditjen AHU Kemenkumham. Keputusan itu dinilai keliru karena menyalahi aturan.
“Pada hari ini Senat setelah melakukan rapat kami menyatakan sikap tegas keprihatinan atas pemblokiran SK Yayasan di Ditjen AHU. Karena Ditjen AHU punya kewenangan untuk memblokir, Ditjen AHU punya kewenangan juga untuk membuka blokir itu,” ujarnya.
Pemblokiran sendiri disebut-sebut atas permintaan Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Basarah. Pihak UTA ’45 Jakarta mengaku telah bertemu dengan Basarah. Sejumlah permintaan pun disampaikan dalam kesempatan itu.
“Di situ juga disampaikan (oleh Basarah) bahwa adanya keinginan, ada unsur dari PDIP bisa masuk di dalam akta Yayasan dan sebagainya. Di situ juga kita diberi iming-iming bahwa kita akan diberikan fasilitas Universitas 17 Agustus 1945 dengan segala macam caranya. Tetapi yang kami tetap pertanyakan kenapa ada intervensi?,” ungkap Rektor UTA ’45 Jakarta Rajes Khana.
“Yang sifatnya privat, yang urusannya dengan Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, mengapa ini lembaga negara lain harus ikut terlibat, ada apa?,” imbuhnya.
Rajes, menegaskan bahwa UTA ’45 Jakarta merupakan perguruan tinggi nasionalis. Sehingga, PDIP maupun Basarah yang juga golongan nasionalis seharusnya bersama-sama menjaga eksistensi universitas tersebut, bukan malah sebaliknya.
“Kita kan salah satu kampus nasionalis. Kampus nasionalis dalam arti tujuan pendidikannya mendidik anak bangsa. Bukan untuk merusak. Kalau ada lembaga negara yang ingin merusak institusi pendidikan, ada apa? Apa maunya? Sesama kaum nasionalis mari kita saling men-support saling mendukung, mendidik anak bangsa,” paparnya.
“Universitas 17 Agustus 1945 lahir tahun 1952. Ini dijaga kaum nasionalis, sampai hari ini. Terus ada apa tiba-tiba ada intervensi yang terlalu berlebihan. Ini jadi tanda tanya kami besar,” imbuh Rajes.
Sebelum melakukan berbagai upaya termasuk mengadu ke Ombudsman RI, sebagai akademisi pihaknya sudah melakukan kajian-kajian ilmiah yang disertai bukti-bukti terkait permasalahan ini. Beberapa di antaranya melakukan somasi pertama dan kedua, serta menembuskan surat mereka hingga ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pihak lainnya.
UTA ’45 Jakarta berharap, setelah ini Kemenkumham bisa mencabut blokir.
“Jika somasi ketiga ini tidak diindahkan selama 7×24 jam, kami akan melanjutkan untuk menempuh jalur hukum. Demikian surat somasi ini untuk dapat ditindaklanjuti dengan segera, mengingat sangat pentingnya akses SABH bagi kelangsungan Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta,” tandas Rajes.
Tidak Boleh Campur Tangan Politik
Dalam kesempatan tersebut Senat UTA ’45 Jakarta juga mendatangi Ombudsman RI, Kamis (21/12), guna melengkapi data aduan.
Rajes selaku Rektor UTA ’45 Jakarta, mengatakan dengan adanya putusan dari rapat pleno Ombudsman RI bahwa adanya proses maladministrasi yang terjadi di lingkungan penyelenggara Negara bahwa ada proses intervensi yang memblokir dengan maksud tujuan untuk mengambil alih dan Saudara Ahmad basarah meminta jatah supaya ada anggota dari PDIP bisa masuk di organisasi Yayasan.
“Ini yang menjadi tanda tanya besar. Basarah juga menyatakan kalau di kita ikuti maunya maka dia akan memfasilitasi UTA ’45 Jakarta memberikan fasilitas untuk universitas dalam banyak hal termasuk dana hibah dan sebagainya. Jadi ini harus diurus diusut karena kami datang dari dunia pendidikan yang clear dan tidak boleh ada campur tangan politik di dalam dunia pendidikan,”tegas Rajes.
Sementara itu, Ketua Senat UTA ’45 Jakarta menambahkan bahwa pada prinsipnya Senat UTA ’45 Jakarta mendukung sepenuhnya Universitas untuk memperjuangkan hak daripada yayasan untuk akta yayasannya itu dibuka blokirnya.
“Jadi kami mendukung sepenuhnya sebagai bagian dari keluarga besar Fakultas dan Prodi di lingkungan UTA ’45 Jakarta. Mudah-mudahan upaya dan ikthiar bertemu dengan Ombusdman RI sebagai lembaga independen dapat membuahkan hasil dan menjadi pendukung bahwa upaya untuk membuka pemblokiran itu dapat terealisasi,” pungkasnya. ***