Diduga Banyak Kejanggalan pada Kasus Lelang Ribuan Hektare Kebun Sawit di Kuansing

Diduga Banyak Kejanggalan pada Kasus Lelang Ribuan Hektare Kebun Sawit di Kuansing - Image Caption


News24xx.com - Penerbitan risalah lelang sebuah objek lelang bukan menjadi ketentuan final peralihan hak menjadi alas hak. Karena sahnya peralihan hak atas tanah, baik itu hasil dari jual beli, hibah maupun lelang adalah perubahan balik nama di buku tanah dan penulisan nama pemilik baru di sertifikat Hak Gunan Usaha (HGU) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Hal ini sejalan dengan norma hukum pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU/XIX/2021, dan Pasal 92 Ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 2021. Pendapat itu disampaikan ahli hukum pertanahan, Dr Aarce Tehupeiory SH, MH, di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, belum lama ini, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (14/7/2024).

Singkarut kasus polemik perebutan lahan akibat lelang Bank Rakyat Indonesia (BRI) terhadap 17600 ribu hektare kebun kelapa sawit saat ini sedang bergulir di PN Teluk Kuantan dengan Nomor Perkara 90/pid.B/2024/PN.Tlk.

Dua pimpinan PT Tri Bakti Sarimas, Beyamin dan Bambang Haryono menjadi terdakwa setelah dilaporkan pemenang lelang yaitu PT Karya Tama Bakti Mulya (KTBM) dengan tudingan pencurian dan penggelapan.

Proses hukum pidana kasus ini mendapat sorotan setelah Komisi III DPR memanggil Kapolda Riau dan jajarannya karena ada dugaan intimidasi terhadap PT Tri Bakti Sarimas. Meski sempat mendapat teguran dari DPR, polisi tetap melimpahkan berkas laporan pidana kedua pimpinan PT TBS ini ke kejaksaan dan pengadilan.

Sejumlah saksi terutama dari pihak pelapor sudah diperiksa majelis hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Teluk Kuantan, Agung Iriawan SH, MH. Beberapa saksi termasuk saksi pelapor mencabut kesaksiannya karena tak sesuai dengan kesaksian di BAP.

Terkait masalah lelang, Dr Aarce yang juga dikenal sebagai pakar hukum agraria di Indonesia ini menyebut proses lelang itu ada tahapannya. Menurutnya, setelah risalah lelang terbit, maka pemenang lelang harus segera mendaftarkannya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) selambat-lambatnya tujuh hari. Jika tidak dilakukan maka, menurut Dr Aarce, akan batal demi hukum. ”Sesuai dengan UU Argaria dan PP No 24 Tahun 1997,” katanya.

Sehingga, menurut pendapat Aarce, hak pemenang lelang belum sempurna. Dalam kasus lelang 17600 hektare ini, pemenang lelang yaitu PT KTBM yang memenangkan lelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) pada 28 Desember 2023 mengklaim telah menguasai lahan. Pada 5 Januari 2024, PT KTBM melaporkan PT TBS karena dianggap masih menguasai lahan dengan cara terus memanen pada 29 Desember 2023.

Pada persidangan itu, ahli, jaksa penuntut umum (JPU) dan penasihat hukum kedua terdakwa sama-sama melihat bukti yaitu foto kopi sertifikat HGU yang ternyata masih milik PT TBS. ”Ini terjadi pelanggaran kalau HGU nya sudah milik PT KTBM. Walaupun pelapor punya risalah lelang, itu haknya belum beralih secara sempurna” kata Aarce, di depan majelis hakim.

Artinya, pihak PT TBS sebenarnya masih menjadi pemilik sah lahan 17600 hektare itu. ”Belum berganti nama, sertifikat HGU nya masih milik PT TBS,” ujar Aarce berpendapat.

Peralihan nama ini baru terjadi pada 13 Februari 2024 saat BPN melakukan balik nama atas permintaan PT KTBM. Hal inilah yang diprotes penasihat hukum terdakwa, Juffry Maykel Manus SH. Sejak sidang perdana hingga pemeriksaan saksi termasuk meminta keterangan ahli, Juffry mempertanyakan soal tanggal peristiwa yang dituduhkan.

Selain soal peralihan nama pada tanggal 13 Februari, Jufry juga mempertanyakan perubahan peristiwa pencurian dan penggelapan yang sesuai laporan awal ke polisi terjadi pada 29 Desember 2023. ”Kenapa di dakwaan berubah menjadi tanggal 2-5 Januari 2024,” katanya.

Tudingan pencurian ini menjadi semakin janggal karena balik nama terjadi pada 13 Februari 2024. ”Sebelum balik nama, lahan ini masih milik PT TBS,” ujarnya.

Apalagi ini juga diperkuat dengan kesaksian Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Teluk Kuala Gita Nova Syari. Di depan majelis hakim, Gita menegaskan bahwa perubahan balik nama itu terjadi pada 13 Februari 2024.

BPN Teluk Kuala awalnya sempat ragu-ragu untuk mengubah akta HGU itu karena sedang dalam proses hukum. Namun, mereka memutuskan mengubahnya setelah berkirim surat kepada BPN Pusat. ”Ada rekomendasi dari BPN Pusat,” ujar Gita yang sempat menolak menyebutkan nama pejabat BPN yang memberikan rekomendasi tersebut.

Padahal, menurut Juffry, seharusnya BPN Teluk Kuala menolaknya karena masih adanya gugatan perdata terhadap objek perkara tanah. ”Itu sesuai ketentuan Pasal 92 Ayat 1 PP Nomor 18 Tahun 2021, bahwa kepala BPN menolak melakukan peralihan jika ada objek tanah yang sedang bersengketa di pengadilan,” kata Juffry.

Ahli Pidana
Keterangan ahli lainnya dari Guru Besar Ilmu Pidana Prof Dr Amir Ilyas SH, MH. Di depan majelis hakim Prof Amir menilai ada cacat materiil dalam dakwaan jaksa. ”Laporan kepada polisi peristiwanya terjadi pada 29 Desember 2023. Penetapan tersangka dilakukan atas peristiwa yang terjadi pada 29 Desember 2023,” ujarnya.

Dalam dakwaan jaksa yang dibaca oleh Prof Amir, peristiwanya berubah menjadi 2-5 Januari 2024.”Seharusnya dakwaan batal demi hukum. Dan majelis hakim sebenarnya bisa mengeluarkan putusan karena dakwaan ini cacat materiil,” katanya.

Prof Amir menyesalkan ketidaktelitian jaksa dalam melihat dakwaan terutama tanggal peristiwa pidana. Tak hanya itu, menurut Prof Amir, jaksa seharusnya berlandaskan kepada Pedoman Jaksa Agung RI No 24 Tahun 2021 jika ada kasus perdata dan pidana. ”Jaksa tidak terburu-buru melengkapi berkas dakwaan dari kepolisian (p-21). Seharusnya jaksa menunggu kasus perdatanya punya putusan inkracht (tetap). Apalagi diatur juga dengan pasal 81 KUHP, ” katanya.

KUHP mengatur penangguhan penuntutan karena adanya prejuducial. Atau perselisihan perdata antara pelapor kasus ini dengan terlapor. Sehingga, menurut Prof Amir, mestinya para terdakwa diputus bebas murni karena dakwaan tidak terbukti. Apalagi kepemilikan sertifikat masih atas nama PT TBS pada tanggal peristiwa pencurian yang dituduhkan. ***