Hakim PN Jakut Dilaporkan ke KY Terkait Putusan Bebas Dua Terdakwa Pemalsuan Akta Autentik
News24xx.com - Katarina Bonggo saksi pelapor kasus pemalsuan akta autentik sangat kecewa dengan vonis Mejelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut), Selasa (30/7/2024). Majelis hakim yang diketuai Syofia Marlianti dalam putusannya memvonis bebas dua terdakwa kasus pemalsuan itu, yakni Aky Jauwan dan putrinya Biksuni Eva Jauwan.
Pada sidang sebelumnya, terdakwa Aky Jauwan dan Eva Jauwan dituntut hukuman empat tahun penjara buat Aky dan dua tahun penjara buat Eva. Namun majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan, terdakwa Aky dan Eva tidak terbukti melakukan atau menyuruh membuat akta notaris palsu.
Atas vonis hakim itu, Katarina sebagai orang yang sangat dirugikan merencanakan segera melaporkan majelis hakim yang mengadili perkara pemalsuan yang dia laporkan terhadap terdakwa Aky dan Eva ke Komisi Yudisial (KY). “Saya menuntut keadilan, ternyata keadilan yang saya impikan dibelokkan majelis hakim,” kata Katarina, dalam keterangannya yang didapat POSKOTAONLINE.COM, Selasa (30/7/2024).
Menurut Katarina, vonis bebas terhadap terdakwa Aky Jauwan dan Eva Jauwan sama sekali tidak mencerminkan kedialan bagi dirinya. Aky Jauwan dan putrinya Eva Jauwan sesuai fakta di persidangan jelas-jelas melakukan dan menyuruh melakukan pemalsuan akta otentik terkait pernikahan Katarina dengan Alexander malah dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim. “Saya bingung dan kecewa, kemana lagi saya harus mencari keadilan. Saya yang jadi korban, saya juga malah yang disalahkan oleh majelis hakim dalam amar putusannya itu,” ujar Katarina.
Sudah lima tahun Katarina berjuang untuk mendapatkan keadilan, malah gagal hanya dengan satu ketukan palu hakim. Namun tekatnya sudah bulat, Katarina akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan di Tanah Air tercita ini. “Saya tidak akan berhenti berjuang, sampai kemana pun akan saya tempuh demi mendapatkan sebuah keadilan,” tegas wanita itu.
Kasus pemalsuan ini terkait pernikahan Katarina dengan Alexander yang putra kandung terdakwa Aky Jauwan pada tahun 2008 melangsungkan pernikahan secara resmi di gereja. Namun pernikahan mereka hanya berlangsung dua tahun, karena pada tahun 2010 mereka sepakat bercerai. Tahun 2017, Alexander meninggal dunia karena sakit. Takut harta anaknya diambil Katarina, akhirnya Aky Jauwan dan Eva Jauwan sesuai laporan Katarina ke Polda Metro Jaya nekat membuat akta palsu yang menyatakan Alexander semasa hidupnya tidak pernah menikah.
Majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan, terdakwa Aky Jauwan dan Eva tidak pernah membuat dan menyuruh membuat akta tersebut. Menurut majelis hakim, akta tersebut dirancang oleh saksi dari notaris bernama Mukmin. Sedangkan Aky Jauwan dan Eva hanya disuruh menandatangan saja setelah akta tersebut selesai dibuat. Bahkan, kata hakim, orang yang mengajukan berkas untuk pembuatan akta pulsu tersebut adalah Katarina sendiri. “Ini kan aneh, memang saya sudah gila ikut membuat akta yang merugikan diri saya sendiri,” tegasnya.
Dijelaskan Katarina, dirinya hanya disuruh mengantar saja berkas yang sudah disusun sendiri oleh Aky. “Saya hanya mengantar saja berkas yang sudah rapi dalam satu map. Saya juga hanya tahu berkar itu kepentingan Ancol,” tuturnya.
Saat penandatanganan akta autentik yang hadir di ruangan, kata Katarina, yakni Budi, Aky, Eva, Ernie, Marta Dewi dan Tan Gek Lui. Sedangkan saksi Mukmin tidak ada di dalam ruangan saat penandatanganan. “Saksi Budi di persidangan menyatakan saya tidak ada di ruang saat penandatanganan. Tapi dibelokkan hakim, saya ikut di ruangan itu,” tegas Katarina lagi.
Menurut Katarina, pertimbangan putusan majels hakim hampir semuanya sesuai dengan nota pembelaan kuasa hukum terdakwa Aky Jauwan dan Eva di persidangan. Sedang fakta yang terungkap di persidangan sedikit pun tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim.
Sementara itu, pakar hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Dr Hendri Jayadi mengatakan, pertimbangan hukum dalam vonis hakim tersebut sangat tidak relevan. “Apa mungkin seseorang tanpa disuruh mau membuat sesuatu untuk kepentingan orang lain. Ini kan tidak masuk akal dan risikonya masuk penjara,” ujarnya.
Hendri bersoloroh, apa mungkin putusan bebas Majelis Hakim PN Jakut efek dari putusan bebas pelaku pembunuhan oleh Pengadilan Surabaya. “Mungkin, jadi tren putusan bebas hakim,” ujar pakar hukum ini.
Hendri sangat setuju Katarina mengambil langkah dengan melaporkan majelis hakim ke KY. Tujuannya agar hakim lain tidak sembarangan dalam memutuskan sebuah perkara. Menurut pengamat hukum itu, langkah Katarina untuk melaporkan majelis hakim ke KY dan Panwas menjadi langkah bagi pencari keadilan jika menghadapi masalah seperti ini. “Sangat tepat, Katarina sebagai pelaporkan membawa kasus putusan bebas atas perkaranya ke KY dan Panwas,” tegasnya. ***