Kuasa Hukum Korban Dugaan Penganiayaan Tanggapi Pernyataan Kades Cigarukgak

Kuasa Hukum Korban Dugaan Penganiayaan Tanggapi Pernyataan Kades Cigarukgak - Image Caption


News24xx.com -  Hamid, SH.,MH.,selaku Tim Kuasa Hukum korban dugaan penganiayaan, Imam Pahtul Anam bin Amsar, menyatakan jika pihaknya akan tegak lurus terhadap ketentuan hukum yang berlaku, dalam mendampingi kliennya, mendapatkan keadilan.

Hal tersebut diungkapkan Hamid ketika dikonfirmasi POSKOTAONLINE melalui sambungan WhatsApp (WA), Rabu (18/12/2024), terkait munculnya keterangan Kepala Desa Cigarukgak, DN (inisial), yang dikutip dari media online Forwades.com edisi Senin, 16/12/2024 (Judul : Soal Penganiayaan, Ini Kata Kades Cigarukgak Dodi).

Hamid mengatakan, keterangan yang diungkapkan Kepala Desa Cigarukgak, DN saat ini sebagai pihak terlapor di Polres Kuningan, merupakan hak yang dimiliki bersangkutan. “Menurut hukum hal serupa ini disebut sebagai hak mungkir (azas mungkir) yang diatur didalam Pasal 52 KUHAP,”terangnya.

Dia menguraikan, hak mungkir (azas mungkir) bagi pelaku terduga tindak pidana, membolehkan yang bersangkutan untuk membantah dalil-dalil dan memberikan keterangan yang meringankan atau menguntungkan dirinya, dalam proses penyelidikan, penyidikan bahkan saat diperiksa di depan persidangan.

Namun, Hamid mengingatkan dan menegaskan, dalam kutipan keterangan yang diungkapkan DN (inisial) selaku Kades Cigarukgak pada media online dimaksud, jelas melekat keterangan yang bersangkutan, jika peristiwa yang beredar pada video viral berdurasi 42 detik itu, memang benar dirinya (DN-red).

Disimak kata Hamid, dalam keterangan yang disampaikan itu, DN membantah tindakan pemukulan (penganiayaan) kepada korban yang mengakibatkan luka.

“Tapi pernyataan DN berupa bantahan melakukan pemukulan itu, diikuti dengan pembenaran dan pengakuan dia (DN-red) hanya menjambak rambut korban Imam Pahtul Anam, katanya sebagai edukasi peringatan terhadap korban agar tidak mengulangi perbuatannya yang dinilai meresahkan warga,”ujarnya.

Disebutkan Hamid, jika keterangan DN (Kades Cigarukgak-red) membenarkan dan telah mengakui perbuatannya menjambak rambut korban, itu diucapkan pada sidang pengadilan sebagai alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) huruf e UU Nomor 1 Tahun 1981 Tentang KUHAP.

Kuasa Hukum korban ini menjabarkan, bahwa keterangan terdakwa dan pemberitaan yang memuat keterangan kades tersebut sebagai alat bukti surat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, yaitu : ‘Surat’.

Selanjutnya Hamid menyatakan, Hukum Acara Pidana itu mencari kebenaran yang sebenar-benarnya (kebenaran materil-red). Dengan begitu, keterangan Kades Cigarukgak DN, yang berisi pernyataan membenarkan dan mengakui perbuatannya hanya menjambak rambut korban, maka menurut hukum tindakan seperti itu sudah merupakan perbuatan pidana.

Kemudian, mantan Komisioner Bidang Hukum KPUD Kuningan itu menyinggung keterangan DN yang menyatakan sudah melakukan tabayun dengan keluarga korban, bahkan dengan korban sendiri melalui dibuatnya ‘Pernyataan Perdamaian’.

Pernyataan perdamaian itu yang dibubuhi materai secukupnya tanggal 12 Desember 2024, ditandatangani DN (Kepala Desa Cigarukgak-red) sebagai Pihak Kedua dan Dahroji sebagai Pihak Pertama, serta ditandatangi juga oleh dua orang saksi, Pipin Supini, dan Juhen Sanusi.

Hamid memaparkan, menurut hukum, pernyataan perdamaian tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak menggugurkan Laporan Polisi korban (Imam Pahtul Anam-red) pada Kepolisian Resor Kuningan. Pernyataan perdamaian juga lanjutnya, tidak bisa dijadikan alasan pemaaf, dengan dasar alasan karena yang jadi korban (victim) adalah Imam Pahtul Anam, bukan Dahroji yang disebut-sebut sebagai Pihak Pertama didalam pernyataan perdamaian tersebut.

“Selain itu, didalam isi pernyataan perdamaian, tidak tertera nama korban, Imam Pahtul Anam,”ucapnya.

Sebelum mengakhiri pembicaraan, Hamid menyampaikan, Pasal 170 KUHP mengatur pengeroyokan, merupakan delik (tindak pidana) biasa atau perkara biasa, adalah salah satu jenis acara pemeriksaan didalam persidangan perkara pidana yang dilakukan untuk kasus yang membutuhkan pembuktian dan penerapan hukum yang tidak mudah dan sederhana.

“Hal ini berbeda dengan perkara Pemeriksaan Singkat (Pasal 203 dan Pasal 204 KUHAP) dan perkara pemeriksaan cepat (Pasal 205 sampai dengan Pasal 216 KUHAP),”pungkasnya menutup pembicaraan. ***