Kejagung Pertimbangkan Hukuman Terberat Koruptor Pertamina: Bisa-Bisa Hukuman Mati

Kejagung Pertimbangkan Hukuman Terberat Koruptor Pertamina: Bisa-Bisa Hukuman Mati - Image Caption


News24xx.com -  Proses penyelidikan megakorupsi PT Pertamina yang merugikan negara hingga hampir Rp1 kuadriliun masih belum usai.

Sebelumnya sudah ditetapkan ada 9 orang tersangka dalam tindak pidana korupsi yang melibatkan Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengisiasi pembongkaran kasus para tikus negara ini terus mendalami perkara sebelum nantinya menjatuhi hukuman.

Dalam konferensi pers terakhir Kejagung pada Kamis 6 Maret 2025 lalu, jaksa menyebut ada kemungkinan para koruptor dijatuhi hukuman mati.

Hal ini diungkapkan langsung Jaksa Agung, ST Burhanuddin jika memang ditemukan hal yang memberatkan seperti kondisi bencana nasional.

"Kita akan melihat hasil nanti setelah penyelidikan sleesai. Kita akan melihat dulu apakah ada hal-hal yang memberatkan. Dalam situasi Covid, dia melakukan hal itu, dan tentunya hukumannya akan lebih berat dalam kondisi yang demikian. Bisa-bisa hukuman mati,"

Sebagai informasi, kasus korupsi yang terjadi di anak perusahaan PT Pertamina Persero itu memang terjadi pada rentang tahun 2018-2023.

Ini artinya para pelaku korupsi melakukan aksinnya disaat negara tengah bergelut dengan pandemi Covid-19, yang bisa saja menjadi pertimbangan jaksa dalam menjatuhi hukuman.

Sementara itu, dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi memang mengatur bahwa pelaku korupsi dalam keadaan tertentu, seperti saat terjadi bencana nasional, dapat dijatuhi hukuman mati.

Atas dasar tersebut, nasib para tersangka korupsi Pertamina akan ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan yang masih berlangsung.

Kasus Korupsi PT Pertamina
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi ini, termasuk enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.

Salah satu tersangka yang terlibat adalah Riva Siahaan, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.

Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun di tahun 2023 saja, dengan rincian sebagai berikut:

Kerugian akibat ekspor minyak mentah dalam negeri sebesar Rp35 triliun.
Kerugian dari impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sebesar Rp2,7 triliun.
Kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sebesar Rp9 triliun.
Kerugian dari pemberian kompensasi pada tahun 2023 sebesar Rp126 triliun.
Kerugian dari pemberian subsidi pada tahun 2023 sebesar Rp21 triliun.
Kasus korupsi ini termasuk pada pengoplosan Pertamax RON 92 yang sebenarnya adalah Pertalite RON 90 yang telah dioplos, kemudian dijual dengan harga Pertamax.

Para pelaku juga terbukti melakukan rapat pengondisian untuk membatasi produksi minyak bumi dalam negeri sehingga negara harus mencukupinya dengan impor.

Hal ini berimbas pada kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dijual kepada masyarakat dan membebankan APBN setiap tahunnya. ***