Budisatrio dari Gerindra Jelaskan Revisi UU TNI di Tengah Kekhawatiran Kebangkitan Orde Baru

Budisatrio dari Gerindra Jelaskan Revisi UU TNI di Tengah Kekhawatiran Kebangkitan Orde Baru - Image Caption


News24xx.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada hari Kamis, dengan alasan perubahan tersebut diperlukan untuk pertahanan negara meskipun menghadapi reaksi keras dari masyarakat.

Anggota DPR dari Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono berpendapat bahwa amandemen tersebut sejalan dengan tantangan keamanan modern dan tidak merusak prinsip-prinsip demokrasi. Revisi utama mencakup perluasan operasi militer nonperang, peningkatan penempatan prajurit aktif di kementerian, dan peningkatan usia pensiun personel TNI.

Para kritikus mengkhawatirkan perubahan tersebut dapat mengaburkan batasan sipil-militer dan kebangkitan era Orde Baru yang otoriter di bawah mantan Presiden Suharto, tetapi DPR bersikeras reformasi tersebut penting untuk beradaptasi dengan ancaman yang terus berkembang.

"Revisi ini bukan langkah mundur dalam reformasi TNI, melainkan bentuk adaptasi terhadap dinamika pertahanan modern. Kami memastikan supremasi sipil tetap utuh, dan tidak ada upaya dominasi ranah sipil dan politik dengan militer. Selain itu, fungsi pengawasan tetap akan dilakukan DPR sesuai kewenangannya," kata Budisatrio.

Menurutnya, selama ini banyak beredar informasi yang keliru seperti isu dwifungsi TNI yang berujung pada penolakan masyarakat luas.

"Tidak ada upaya mengembalikan dwifungsi TNI dalam revisi UU TNI ini. Fraksi Gerindra menjamin revisi ini sejalan dengan semangat reformasi," katanya.

Budisatrio menguraikan empat revisi utama dalam UU TNI yang baru disahkan, yang menuai kritik publik.

1. Kedudukan TNI dalam Pertahanan Negara
Pasal 3 yang direvisi menegaskan kembali bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) berada di bawah Kementerian Pertahanan, tetapi tidak berada di bawahnya. TNI memegang kewenangan atas masalah pertahanan dengan tetap mempertahankan struktur komando yang ada.

Budisatrio menjelaskan, koordinasi dengan Kementerian Pertahanan hanya terbatas pada kebijakan, strategi pertahanan, dan dukungan administratif, sedangkan keputusan operasional tetap berada di tangan TNI. Ia menegaskan, hal ini sejalan dengan Pasal 10 UUD 1945 yang menetapkan presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI.

2. Perluasan Operasi Militer Nonperang (OMSP)
Pasal 7 yang diamandemen memperluas cakupan OMSP hingga mencakup pertahanan siber dan perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri. TNI kini bertugas membantu pemerintah dalam menanggulangi ancaman siber yang menjadi perhatian utama keamanan nasional.

Selain itu, TNI juga bertugas melindungi warga negara Indonesia dan kepentingan nasional dalam situasi krisis di luar negeri. Setiap operasi OMSP yang melibatkan pertempuran, seperti penanggulangan separatisme, harus diatur dengan peraturan pemerintah dan dilaporkan kepada DPR. Jika DPR berkeberatan, operasi tersebut harus dihentikan.

"Ini bukan tentang TNI mengambil alih tugas penegakan hukum, tetapi memastikan pertahanan negara tetap kuat terhadap ancaman modern," kata Budisatrio.

3. Penempatan Prajurit Aktif pada Lembaga Sipil
Pasal 47 memperluas jumlah kementerian dan lembaga tempat prajurit aktif dapat bertugas dari 10 menjadi 15. Penambahan baru meliputi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), dan Kejaksaan Agung.

"Di luar 15 lembaga tersebut, tidak ada prajurit aktif yang akan ditugaskan di tempat lain, termasuk BUMN. Aturan bahwa prajurit aktif tidak boleh berbisnis tetap berlaku. Jika ada prajurit yang ingin bertugas di luar lembaga yang ditunjuk, maka harus pensiun terlebih dahulu," tegas Budisatrio.

4. Perpanjangan Usia Pensiun
Salah satu perubahan yang paling banyak diperdebatkan adalah Pasal 53, yang menaikkan usia pensiun bagi personel TNI. Saat ini, personel tamtama dan bintara harus pensiun pada usia 53 tahun, sedangkan perwira pensiun pada usia 58 tahun. Undang-undang yang direvisi memperpanjang batas usia menjadi:

  • 55 untuk personel tamtama dan perwira bintara,
  • 58 untuk kolonel,
  • 60-62 untuk perwira senior,
  • 63 untuk jenderal bintang empat, dengan kemungkinan perpanjangan hingga 65.

"Kami menemukan bahwa banyak prajurit yang pensiun saat masih dalam masa keemasan dan anak-anak mereka masih bersekolah. Revisi ini memastikan negara mengakui pengorbanan mereka," pungkas Budisatrio. ***