Lelah Berjuang Cari Keadilan, Nenek Asal Bekasi Ini Minta Presiden Prabowo Bantu Selesaikan Penyerobotan Tanah Miliknya

Lelah Berjuang Cari Keadilan, Nenek Asal Bekasi Ini Minta Presiden Prabowo Bantu Selesaikan Penyerobotan Tanah Miliknya - Image Caption


News24xx.com -  Ahli waris bidang tanah SHM nomor 131 yang berlokasi di Kelurahan Marga Mulya, Bekasi Barat, Ny Dari Atmaja meminta agar Presiden Prabowo membantu menyelesaikan masalah penyerobotan lahan miliknya. Perempuan berusia 78 tahun tersebut mengaku lelah mencari keadilan selama berpuluh tahun hanya untuk mempertahankan bidang tanah peninggalan almarhum suaminya D Santoso.

“Tolong sampaikan kepada bapak-bapak yang ahli hukum, tahu hukum, pejabat juga Presiden, tolong saya. Puluhan tahun saya teraniaya. Tanah saya dimaling orang,” ujar Ny Dari Atmaja, Kamis (19/6/2025).

Ia juga meminta agar segera dibebaskan dari orang-orang jahat (oknum penyerobot tanahnya). “Itu tanah saya, yang saya beli bareng almarhum suami,” lanjut Ny Dari Atmaja.

Sambil menunjukkan sertifikat asli yang sudah setengah rusak di sana-sini, Ny Dari mengaku sudah berjuang ke mana pun mulai dari Polres, Polda, BPN, pengadilan hingga Mahkamah Agung. Namun ujung dari perjuangannya, pada akhirnya kasus sengketa lahannya dihentikan alias SP-3.

“Sedih, mengapa di tengah perjuangan saya melawan kedzoliman, kasus ini malah mau dihentikan. Itu sama saja merampas hak saya,” lanjut Ny Dari.

Kepada awak media, Ny Dari didampingi kuasa hukumnya menceritakan kronologis penyerobotan lahannya. Bidang tanah dengan SHM Nomor 131 seluas 20.680 meter persegi tersebut awalnya dimiliki oleh Haji Asmat bin Sabeqih. Dari total luas lahan tersebut, pada tahun 1984, sebagian besar tanah tepatnya 17.000 meter persegi dibeli oleh D. Santoso bersama istri, Dari Atmaja dan menyisakan tanah seluas 3.680 meter persegi yang belum dipecah kepemilikannya.

“Permasalahan mulai muncul setelah suami saya, D Santoso meninggal dunia pada tahun 1986, di mana tanah sisa tersebut belum sempat dipecah,” katanya.

Pada tahun 1995, mendadak muncul oknum bernama Haji Ukar Endang yang mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut dengan menggunakan AJB dan girik yang diduga palsu. Tidak hanya mengklaim, Haji Ukar bahkan menjual tanah tersebut kepada pihak-pihak lain tanpa sepengetahuan ahli waris D. Santoso.

Menghadapi situasi tersebut, Ny Dari didukung oleh anak semata wayangnya sebagai ahli waris D Santoso segera mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bekasi. Dalaam proses hukum pertama ini, Pengadilan Negeri Bekasi mengabulkan gugatan ahli waris D. Santoso. Kemudian Haji Ukar mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan ahli waris D Santoso kembali memenangkan perkara tersebut. Tidak puas dengan Keputusan tersebut, Haji Ukar mengajukan kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

“Pada tahun 2002, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan menolak kasasi Haji Ukar dan memenangkan Ibu Dari Atmaja selaku ahli waris D Santoso,” lanjutnya.

Putusan ini diperkuat pada tahun 2005 dengan keluarnya Fatwa Mahkamah Agung dari Bagir Manan yang menyatakan bahwa PK661 MA telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan. “Berdasarkan putusan tersebut, Pengadilan Negeri mengeluarkan surat eksekusi untuk pembongkaran bangunan di atas tanah sengketa,” katanya.

Pada tahun 2003, orang yang sama yaitu Haji Ukar menggunakan surat lain yang juga diduga palsu (AJB maupun giriknya) dan menggugat kembali tanah yang sama. Dalam proses hukum kedua ini semenjak tahun 2003-2005 (PN 2003, PT 2004, Putusan MA 2005 Haji Ukar menang), ahli waris D Santoso tidak pernah menerima undangan sidang, yang mengindikasikan adanya ketidakberesan dalam proses peradilan. Akibatnya Haji Ukar berhasil memenangkan perkara hingga Tingkat Pengadilan Tinggi.

Tidak akan Menyerah

Menyambung keterangan Ny Dari Atmaja, tim kuasa hukum Dari Atmaja, Upe Taufani Mokoagow dan rekan, menegaskan bahwa pihaknya tak akan menyerah. Setelah upaya hukum di tingkat penyidikan kandas karena keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), kini langkah hukum akan diarahkan pada gelar perkara khusus di Mabes Polri dan audiensi dengan Komisi III DPR RI.

“Ini belum akhir dari perjuangan kita. Kita akan pakai jalur audiensi dengan Komisi III. Kita juga akan meminta kepada Kapolri untuk melakukan gelar perkara khusus agar penyelidikan bisa dilanjutkan di Mabes Polri, mengingat ada indikasi kuat keterlibatan oknum dalam proses penyidikan sebelumnya,” kata Upe di Jakarta, Kamis (19/6/2025).

Upe memaparkan, pihaknya mengalami kejanggalan ketika penyidik Polda Metro Jaya hendak menyita barang bukti berupa akta jual beli dan girik yang diduga palsu. Alih-alih dibantu, penyidik justru menghadapi laporan tandingan dari pihak terlapor ke Bareskrim Polri.

“Mereka membuat laporan tandingan ke Bareskrim, bukan ke Polda. Dari sana, Bareskrim malah membuat rekomendasi agar kasus ini di-SP3-kan. Padahal intinya kami hanya ingin agar akta jual beli itu diuji keasliannya lewat laboratorium forensik. Kenapa keadilan harus terhenti karena hal seperti ini?” imbuhnya.

Upe menduga ada skenario sistematis yang dilakukan oleh mafia tanah untuk menggagalkan penegakan hukum. Bahkan, sertifikat sah milik kliennya bisa dibatalkan hanya berdasarkan dokumen girik yang meragukan keabsahannya.

“Mereka tidak beli tanah, tapi beli oknum. Kami mendesak Kapolri, Menteri ATR/BPN, dan Presiden Prabowo untuk serius membongkar mafia tanah. Ini bukan cuma soal hak atas tanah, ini soal wibawa negara dan perlindungan hukum bagi rakyat kecil,” tegasnya.

Kuasa hukum menyatakan telah menyiapkan surat resmi kepada Kapolri, Komisi III DPR RI, Irwasum Polri, dan Karowasidik, guna mendorong dibukanya kembali perkara melalui gelar khusus atau praperadilan.

“Kami akan laporkan juga jika ada indikasi pelanggaran dari oknum penyidik, pejabat BPN, atau siapa pun yang terlibat. Negara harus hadir untuk melindungi rakyat dari mafia tanah,” tutup Upe.

Kasus ini menjadi potret nyata betapa masih banyak rakyat kecil yang harus berjuang keras hanya untuk mempertahankan hak milik yang sah di mata hukum, namun kerap kalah oleh permainan dokumen dan kekuatan oknum. ***