Tim Kuasa Hukum Minarni Mohon Perlindungan Hukum ke Komnas HAM Terkait Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak

Tim Kuasa Hukum Minarni Mohon Perlindungan Hukum ke Komnas HAM Terkait Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak - Image Caption


News24xx.com - Advokar C Suhadi SH MH, Dr Muh H Eddy Gozali SH MH dan M Intan Kunang SH MH dari Kantor SES & Partner bertindak untuk dan atas nama Minarni menyampaikan permohonan Perlindungan Hukum kepada Ketua Komnas HAM terkait dengan permasalahan hukum Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak, yang di dalamnya ada kliennya yang sudah menjadi Tersangka atas Laporan Polisi No. LP/B/92/III/2025/SPKT/POLDA KALIMANTAN BARAT.

Mimarni, menurut Suhadi, Eddy Gozali dan Kunang, adalah Ketua Pengawas pada Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak sebagaimana Akta Pendirian Perusahaan No. 3 tertanggal 21 Januari 2025 yang dibuat di hadapan Notaris & PPAT Gunardi Muhamad Hasan SH, Notaris di Kota Pontianak.

“Dari Akta Pendirian tersebut juga sudah didaftarkan kepada Kementerian Hukum R.I. No. AHU-0001079.AH.01.04. Tahun 2025 tentang Pengesahan Pendirian yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak. Akta tertanggal 21 Januari 2025 ini merupakan Akta Perubahan dari Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak yang sebelumnya bernama Yayasan Pek Kong Hui yang kemudian berubah nama menjadi Yayasan Budi Luhur yang dahulu dibuat di hadapan Notaris Achmad Mourtadha sebagaimana Akta Nomor 26 tanggal 20 Februari 1962 dan kemudian terdapat perubahan pengurusan sebagaimana Akta Perubahan Pengurus tanggal 8 Desember 1976 yang dibuat di hadapan Notaris Mochamas Damiri, Notaris Pontianak. Kemudian terjadi perubahan kembali secara berturut-turut berkaitan dengan Pernyataan Keputusan Rapat di hadapan Notaris Tommy Tjoa Keng Liet SH sebagaimana Akta No 134 tertanggal 26 Agustus 1983, Akta No118 tertanggal 20 September 1986, Akta Perubahan yang dibuat oleh Notaris Mochamas Damiri SH sebagaimana Akta No. 53 tertanggal 15 Juni 1989, dan terakhir Akta Perubahan ‘Pernyataan Keputusan Rapat’ yang dibuat dihadapan Suwanto SH tertanggal 30 Juli 1994 sebagaimana Akta No. 223,” tulis Suhadi, Eddy dan Kunang, dalam press releasenya yang diterima Kamis (15/8/2025).

Yayasan Pek Kong Hui

Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak (dahulunya bernama Yayasan Pek Kong Hui), imbuhnya, berdiri sejak tahun 1962 dan keuangan dari Yayasan tersebut sementara dipercayakan kepada Klien Kami karena pada saat Bapak Suganda Widjaya yang menjabat sebagai bendahara Yayasan meninggal dunia pada 19 Juli 2014, anaknya yang bernama Bapak Hartanto, tidak ingin menggantikan posisi ayahnya. “Oleh sebab hal tersebut, Halim Iredjo (sampai saat ini jabatannya selaku Pembina Yayasan) meminta bantuan Klien Kami untuk membuat penampungan sementara yang tentunya dilaporkan pendapatannya dan juga dalam pengawasan pihak bank,” lanjut Suhadi, Eddy dan Kunang.

Kemudian pada  2017. Toni Wong dan Ahok Angking membuat suatu Akta Pendirian yang mendekati sama dengan yang di kelola Klien Kami tapi tidak punya hubungan antara satu dan lainnya yaitu, bernama Yayasan Budi Luhur Pontianak Nomor 64/2017 yang dibuat di hadapan Notaris Eddy Dwi Pribadi, tanggal 17 Juni 2017. Berdasarkan informasi yang didapat, pada saat pembuatan Akta Pendirian No. 64/2017 tersebut, Toni Wong masih dalam tahanan sebagaimana Putusan Perkara Pidana Nomor 1421 K/Pid.Sus/2012/MA RI.

Bukan hanya nama Yayasan yang menjadi pembeda, akan tetapi alamat Yayasan yang tidak sama. Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak beralamt jalan Hijas No. 215, Pontianak, sedangkan Yayasan Budi Luhur Pontianak beralamat jalan. Hijas No. 125, Pontianak.

Setelah Yayasan yang menyerupai Yayasan yang keuangannya dikelola Klien Kami tapi tidak sama, pada tahun 2024 melalui menjalani aksinya, pertama menguasai aset berupa Kantor Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak yang beralamat Jalan Hijas No. 215, Pontianak, dengan cara mengusir penghuni yang berada di Lokasi. Padahal Kantor mereka bukan disitu. Dan hal ini akan kami Proses menurut ketentuan hukum yang berlaku, karena jelas perbuatan mereka masuk dalam tindak pidana karena kepemilikan tanah dan bangunan sebagaimana sertifikat atas nama Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak, bukan nama Yayasan Budi Luhur Pontianak,” tegasnya.

Setelah berhasil menguasai aset, lari ke masalah uang yang juga milik Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak. Hal ini menjadi suatu permasalahan hukum, yang saling mengkait dan tentunya tidak dapat dibiarkan karena negara kita adalah negara hukum, negara kekuasaan, jadi tidak boleh merasa kebal hukum’ tegasnya.

Dipanggil oleh Polda Kal Bar

Mengenai masalah aset berupa uang, awalnya Klien Kami dipanggil oleh Polda Kal Bar meminta klarifikasi menyangkut asal asul uang yang bersumber oleh pihak Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak, dan rupanya penyidik tutup mata mengenai Penjelasan Klien Kami dan tetap ngotot kalau uang uang itu bersumber dari Yayasan Budi Luhur Pontianak No. 64/2017. Melalui reales ini kami jelaskan, dari prosedur pemeriksaan saja sudah tidak tepat, seharusnya meminta kepada Yayasan apabila benar Yayasan Budi Luhur Pontianak Pelapor memiliki dana dan Klien Kami sebagai bendaharanya berupa pertanggung jawaban keuangan, apabila perlu meminta audit atas uang uang milik Yayasan tersebut, bukan main lapor begitu, ingat ini Yayasan yang punya aturan kerja,” terangnya. Masa bermodal “ info “ mengidik mau memeriksa kasus ini, ada apa, karena menurut hukum alat bukti dalam suatu badan hukum harus didukung fakta yang benar bukan asumsi,” imbuhnya.

Dana yang dijadikan dasar Lp diduga kuat dari dana Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak yang telah lahir pada tahun 1962. Karena senyatanya Klien Kami dipercayai oleh mengelola keuangan dari Yayasn 1962. Hal ini sejalan dengan penyerahan dana dengan cara tranfer dari Hartanto Wijaya, anak dari Pendiri Yayasan 1962 sebesar Rp. 695.076.755.54 tertanggal 7 Juni 2018 melalui Bank Mayapada Pontianak ke Klien Kami, dengan demikian jelas uang bersumber dari Hartanto Wijaya yang merupakan Yayasan 1962, jadi kalau ukurannya dana dana tersebut dana dar Yayasan 1962, lalu mana dana Pelapor sampai klien kami jadi tsk,” sergahnya.

Demikian juga terkait yang menjadi sumber dari masalah ini terlalu banyak keganjilan terhadap terbitnya akta, pertama dalam akta dikatakan – hadir dihadalan saya, notaris- padahal ada satu pengurus bahkan penting jabatannya, masih dalam penjara. Dengan rumusan ini ketidak benarannya terlihat kok, masa dibilang tidak cukup bukti. Belum lagi kehadiran para pengurus yang sudah menolak bahwa mereka tidak tahu menahu tentang keberadaan akta tersebut, makanya apabila penyidik meneliti secara cermat, Akta Pendirian Yayasan Budi Luhur Pontianak No. 64/2017 dibuat tanpa melibatkan Pengurus Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak / yang dahulunya Yayasan Pek Kong Hui. Satu dan lain hal, dan oleh karenanya menurut hukum akta pendirian tersebut sangat janggal dan patut diduga ‘tidak benar’ dan diduga ‘palsu’,” paparnya.

Untuk itu, Suhadi, Eddy dan Kunang memohon agar Ketua Komnas HAM melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap perkara ini karena terdapat dugaan ada penyimpangan yang dilakukan ‘Oknum Penyidik’ terhadap kasus yang menimpa Minarni, Pengawas dari Yayasan Budi Luhur Abadi Pontianak. ***