BGN Masih Merangkak, Tidak Ada Terobosan Fiskal Jaminan Tata Kelola di Lapangan

BGN Masih Merangkak, Tidak Ada Terobosan Fiskal Jaminan Tata Kelola di Lapangan - Image Caption
News24xx.com - Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah mimpi besar bangsa yang ide dan gagasannya melalui Presiden Prabowo Subianto. Bahkan demi suksesnya program ini, negara melalui APBN 2025, menyiapkan Rp71 triliun untuk tahap awal program ini.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sudah pasang ancaman keras, “Kalau anggaran tidak terserap, saya tarik kembali!”. Itu bukan gertakan politik, melainkan alarm fiskal. Negara menargetkan 20 sampai 32 ribu dapur SPPG (Sentra Pangan Program Gizi) berdiri.
Sayangnya di saat semua sektor bergerak, BGN justru tampak seperti mesin diesel yang mogok. Alih-alih melompat, BGN masih sibuk menunggu aplikasi, bukan mendorong mitra riil di lapangan.
Iskandar Sitorus
Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) berharap, tidak ada orang-orang jahat di BGN yang menyimpangkan sarana aplikasi itu. Namun data yang dimiliki IAW, aroma penyimpangan sudah tercium di berbagai daerah, dan sudah marak terdengar.
Menurut IAW, mitra dapur MBG itu bukan starting from zero. Mitra dapur adalah aset nyata pemerintah yang tak pernah didorong BGN. “Ada pemilik tanah, pemilik bangunan, ada pula yang hanya punya peralatan masak lengkap. Semuanya aset nyata. Sayangnya, aset itu dibiarkan tercerai-berai tanpa konsolidasi. Ini awal buruk yang disebut Menkeu menjadi penyebab serapan anggaran MBG jadi sangat kecil,” kata Iskandar, Selasa (23/9/2025).
Bagi IAW, BGN hanya menjadi raja di hadapan mitranya masyarakat. BGN harus sadar, bahwa keberhasilan, kegagalan, mitra, akan berujung pada implementasi serapan anggaran. “BGN seharusnya menjadi dirigen yang menyatukan potensi ini. Negara tidak boleh hanya jadi penonton pasif,” ujarnya.
Kebijakan fiskal Menkeu mendorong digitalisasi logistik dan stimulus pembiayaan UMKM, merupakan momentum tepat. “Artinya, BGN punya alasan kuat untuk bergerak lebih agresif,” ungkapnya.
Ironinya, program MBG justru sudah banyak memakan korban. Sudah menimbulkan persepsi buruk, karena kasus keracunan masih terjadi. Terbaru, pekan kemarin, puluhan anak keracunan dan mengeluh nasi basi. Kenapa ratusan anak terdampak keracunan terus terulang.
Pertanyaannya, apakah BGN membentuk crisis center? Apakah ada audit terbuka? Jawabannya nihil. Padahal, kepercayaan publik bisa runtuh kalau BGN terus gagal menunjukkan manajemen krisis. Negara tidak hanya butuh dapur, tapi juga jaminan keselamatan gizi. Kondisi pencitraan di publik sudah sedemikian buruk atas sejumlah kasus keracunan dengan ratusan anak menjadi korban.
IAW menegaskan, Menteri Keuangan sudah melakukan lompatan fiskal dengan memperluas akses Kredit Usaha Rakyat (KUR), menyalurkan stimulus ke bank-bank Himbara, hingga memperkuat digitalisasi rantai pasok pangan. Tapi BGN masih merangkak. Tidak ada terobosan fiskal, tidak ada konsolidasi aset, dan tidak ada jaminan tata kelola di lapangan.
IAW menilai, solusi sebenarnya sudah ada di dalam rumah Kementerian Keuangan, yakni Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Landasannya diperkuat oleh PP No. 1/2008 tentang Investasi Pemerintah serta PMK No. 52/2017 dan aturan turunannya.
Tugasnya jelas yakni mengelola pembiayaan ultra mikro dan investasi strategis.
Maka, PIP bisa langsung masuk ke dapur MBG dengan tiga langkah operasional yakni,
Pertama, PIP sebagai penyedia modal awal dengan cara meluncurkan Program Penyertaan Modal Khusus Mitra MBG dengan plafon hingga Rp800 juta per mitra.
Kedua, PIP sebagai penjamin, dengan memberikan jaminan kepada bank Himbara agar mau mencairkan kredit modal kerja bagi mitra dapur, baik yang punya tanah, bangunan, maupun peralatan. Ketiga, PIP sebagai katalis koordinasi dengan memimpin satgas lintas sektor (BGN, Kemenperin, Pemda) untuk memetakan dan mengonsolidasikan aset mitra dapur secara nasional.
Dengan pola ini, Menkeu Purbaya nyata mendorong BGN untuk tidak perlu lagi menunggu aplikasi. BGN tinggal riding the wave dari instrumen yang sudah tersedia. Ini lebih realistis tidak perlu hiruk pikuk. “Kalau BGN tetap pasif, risiko sudah menunggu, yakni audit BPK, kerugian sosial-politik, bahkan potensi kriminalisasi akibat keracunan anak,” paparnya.
“Menteri Keuangan Purbaya sudah melompat. Presiden sudah memberi mandat. Instrumen sudah tersedia lewat PIP. Apakah BGN mau ikut berlari, atau sejarah akan mencatatnya sebagai lembaga yang gagal menjemput momentum emas MBG,” tegas Iskandar. ***