Lima Satwa Ini Terancam Punah, Perlu Dukungan Semua Pihak untuk Upaya Konservasi
News24xx.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan saat ini terdapat lima jenis satwa Indonesia yang terancam punah. Ke lima satwa tersebut adalah badak Sumatera, badak Jawa, gajah, orang utan dan harimau Sumatera.
Hal itu disampaikan Kasubdit Pengawetan Spesies dan Genetik Direktorat Konservasi, Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik KLHK, Badiah, pada Talkshow Forum Bumi bertema “Beragam Species Terancam Punah, Bagaimana Nasib Puspa dan Satwa Indonesia” yang digelar Yayasan Kehati bekerja sama dengan National Geographic pada Kamis (5/12/2024).
Menurut Badiah, ada dua faktor utama penyebab terancamnya satwa-satwa tersebut. Yakni degradasi habitat dan aktivitas perburuuan liar. “Dua factor tersebut bersifat antropogenik, yang artinya muncul akibat ulah atau aktivitas manusia,” ujar Badiah.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan spesies spesies tersebut dari jurang kepunahan. Misalnya untuk badak Sumatera, upaya yang dilakukan adalah berupa pengembangbiakkan spesies badak Sumatera secara semi alami. Upaya pengembangbiakkan itu dilakukan di Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) di Taman Nasional Way Kambas.
Upaya tersebut lanjut Badiah berhasil melahirkan rata-rata lima anak badak Sumatera setiap tahun. Proses ini membutuhkan kerja sama pihak lain.
“Dan pertemuan antara jantan dan betina itu harus difasilitasi untuk lebih sering ketemu supaya dia kawin,” imbuhnya.
Selain itu pihaknya juga sedang menginisiasi untuk pengembangbiakkan dengan menggunakan ART, yakni Assisted Reproductive Technology, dan Bio Bank.
Sedang untuk badak Jawa, jelas Badiah, selain memperketat perlindungan dan pengamanannya, juga membuat jaringan Javan Rhino Sanctuary yang nantinya juga dengan pola pengembangbiakan semi alami. Harapannya keanekaragaman genetiknya itu bisa diselamatkan untuk keberlangsungan populasinya yang lebih panjang.
Diakui Badiah, ancaman kepunahan gajah Sumatera banyak dipicu oleh konflik antara manusia dengan gajah. “Itu hasil indentifikasi dan verifikasi pemerintah ketika mencari sumber masalah pemicu berkurangnya gajah Sumatera,” laanjut Badiah.
Karena itu, upaya untuk mencegah kepunahan gajah Sumatera, pemerintah telah menerbitkan regulasi berupa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Untuk pengarusutamaan pelestarian keanekaragaman hayati guna tercapainya keseimbangan dan keterpaduan dalam pembangunan berkelanjutan diperlukan koordinasi dan integrasi antar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Karena itu, Inpres ini ditujukan kepada 13 kementerian, dua badan, jaksa agung, kepolisian, gubernur, walikota dan bupati.
Selain itu pemerintah juga menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-Undang ini mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara lestari, seimbang, dan selaras; penguatan upaya penegakan hukum; penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam menangani tindak pidana konservasi sumber daya alam; dan pemberian ancaman pidana yang lebih berat kepada korporasi atau orang perorangan yang melakukan kejahatan lingkungan.
Lokasi khusus kegiatan dari UU ini adalah kawasan Suaka Alam (KSA) & kawasan Pelestarian Alam (KPA), kawasan konservasi di perairan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil (KKPWP3K), areal preservasi, daerah penyangga KSA, KPA, KKWP3K dan koridor ekologis/ekosistem penghubung, areal dengan nilai konservasi tinggi, areal konservasi kelola masyarakat dan daerah perlindungan kearifan lokal.
Dua produk regulasi tersebut menurut Badiah, dibuat agar seluruh sektor memperhatikan sebaran atau kantong-kantong habitat dari spesies yang terancam punah itu agar tidak banyak terjadi konflik. Peraturan tersebut diharapkan juga mampu mengurangi jumlah konflik antara manusia dan harimau Sumatera.
Badiah mengingatkan menjaga keanekaragaman hayati di bumi amatlah penting. Karena punahnya spesies akan berdampak padaa terganggunya keseimbangan ekosistem. Selain itu, pada dasarnya, setiap spesies memiliki fungsi dan perannya masing-masing bagi kesehatan ekosistemnya. Hilangnya satu spesies saja bisa mengganggu rantai makan, jaring-jaring makanan, hingga ekosistem.
Ia mencontohkan bagaimana Yellowstone di Amerikat Serikat Badiah berhasil memulihkaan kerusakan taman nasional hanya dengan melepas lima ekor serigala di taman nasional tersebut.
“Kalau dipikir-pikir mengapa bunga-bunga di situ tidak tumbuh, kemudian airnya juga tidak bisa mengalir dengan baik, itu kalau dipikir secara nalar kok kenapa ternyata bisa pulih hanya dengan melepasliarkan lima ekor serigala gitu ya? Nah itu artinya memang serigala berada dalam sistem rantai makanan yang memang sangat kompleks gitu dan impaknya memang tidak bisa dilihat dalam jangka pendek,” tegas Badiah.
Perlunya Keterlibat Semua Pihak
Oleh karena itu, Badiah menekankan penting bagi kita semua untuk terlibat dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati di bumi dengan cara-cara yang mungkin dianggap sepele dan sederhana. Misalnya tidak menangkap, memperjual-belikan, ataupun memelihara satwa liar. “Melindungi hutan dan pepohonan, sebagai habitat satwa liar, juga menjadi hal yang mendesak,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Rheza Maulana, seorang peneliti dan aktivis lingkungan, mengatakan Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiverse terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil. Keanekaragaman hayati di pulau Kalimantan saja, setara dengan benua Eropa atau Australia.
Namun sayangnya, keaanekaragaman hayati menghadapi ancaman punah. Pemicunya antara lain perubahan iklim, deforestasi, perburuan, perdagangan, mengancam keanekaragaman hayati. Imbasnya meningkatkan risiko penurunan populasi hingga kepunahan di alam.
Bersyukur sekarang semakin marak upaya konservasi berupa penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran. Ada pula kegiatan perbanyakan populasi spesies terancam punah.
Menurut Rheza, kita semua bisa berperan serta atau ikut berkontribusi dalam menyelamatkan spesies-spesies tersebut dari jurang kepunahan. Peran tersebut bisa dimulai dari diri sendiri dengan caraa-cara sederhana. “Apa yang bisa kita kerjakan, kita kerjakan. Apa yang bisa kita lakukan, kita lakukan. Walaupun sesederhana belajar,” katanya.
Rheza juga mengingatkan agar bentuk partisipasi kita dalam pelestarian spesies dilakukan dengan hati-hati dan bijak. “Jadi maksud saya gini, jangan sampai niat kita baik, ‘Oh saya mau nolong satwa Indonesia,’ tapi caranya keliru. Kita berguru misalkan dari orang yang jualan monyet pinggir jalan. Kita beli monyet itu padahal itu hasil buruan, hasil tangkapan ilegal, dengan anggapan ‘Oh saya menolong monyet nih dengan melestarikan di rumah.’ Padahal bukan seperti itu,” lanjutnya.
Selain itu, menurut Rheza, penting bagi kita memahami jenis satwa liar apa saja yang sebenarnya bukan hewan peliharaan. Pemahaman itu penting agar kita tidak ikut-ikutan membeli dan memelihara satwa liar, tidak ikutan nonton konten-konten dari orang-orang yang memelihara satwa liar yang sebenarnya justru mengancam kelestarian satwa tersebut, sehingga kita juga tidak menyebarkan konten tersebut di media sosial.
“Kalau bisa kita bikin ekosistem socmed itu, ketika kita nulis wildlife ataupun satwa liar apa pun, yang muncul itu adalah program-program pemerintah atau program-program lembaga konservasi yang bagus yang menyelamatkan, yang merehabilitasi, yang melepasliarkan, bukan seperti saya nulis monyet ekor panjang yang muncul di socmed adalah jual-beli monyet,” sesal Rheza.
Hal lainnya yang bisa kita lakukan adalah memberi bantuan materi maupun nonmateri kepada lembaga-lembaga konservasi. Karena project konservasi baik itu milik pemerintah atau swasta, tetap membutuhkan dukungan dana. “Rekan-rekan kita di lembaga konservasi yang menyelamatkan satwa itu butuh sekali funding, jadi kita bisa berdonasi ke mereka,” usul Rheza.
Bagi yang memiliki waktu dan tenaga, bisa saja menjadi relawan kegiatan konservasi. “Relawan bisa bertugas membersihkan kotoran hewan, memberi makan bahkan membantu pelepasan satwa ke alam bebas,” tambahnya.
Ia menekankan pentingnya perlibatan multi-disiplin ilmu yang kredibel baik akademisi, praktisi, swasta, komunitas, maupun masyarakat dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati ini. ***