Nurani ’98 Minta KPK Segera Usut Kasus Dugaan Korupsi Libatkan Jokowi dan Keluarga

Nurani ’98 Minta KPK Segera Usut Kasus Dugaan Korupsi Libatkan Jokowi dan Keluarga - Image Caption


Berita24xx.com - Sejumlah aktivis tergabung dalam Nurani ’98 mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025). Para aktivis tersebut mendesak KPK usut tuntas kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya.

“Kami mengingatkan KPK, dalam penegakan hukum memberantas korupsi tidak tebang pilih. Tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah, siapa pun sama di muka hukum termasuk mantan Presiden Jokowi,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti, Selasa (7/1/2025), dalam keterangannya yang didapat media ini,

Hadir juga dalam aksi itu, akademisi UNJ Ubedilah Badrun, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, dan sejumlah aktivis lainnya. Kedatangan mereka bertujuan memantau perkembangan sejumlah kasus yang diduga melibatkan Jokowi dan keluarga sebelumnya telah mereka laporkan ke KPK.

Bahkan baru-baru ini Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) memasukkan nama Presiden ke-7 RI, Jokowi dalam daftar finalis pemimpin dunia terkorup.

Sejumlah kasus yang pernah mereka laporkan ke KPK, yakni dugaan suap atau gratifikasi oleh Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep dari PT SM. Dugaan gratifikasi fasilitas pesawat jet yang dinikmati Kaesang, hingga kasus Blok Medan yang menyeret menantu Jokowi, Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu.

“Kami kembali mendatangi KPK agar menjalankan semua proses pemberantasan korupsi sesuai dengan asas-asas yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Termasuk dalam menindaklanjuti laporan kami,” tegas Ray Rangkuti.

KPK sebelumnya juga didesak untuk bersikap proaktif dalam menyelidiki dugaan korupsi yang diduga melibatkan Jokowi seperti disebutkan dalam rilis OCCRP. KPK harus aktif, jangan menunggu laporan masyarakat.

KPK lamban dalam menangani kasus ini, dampaknya dapat merugikan iklim investasi di Indonesia sehingga dapat mencoreng pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang baru saja menjabat. ***