Kejaksaan Terbaik, Ada Anomali Persepsi Masyarakat soal Citra Penegak Hukum

Kejaksaan Terbaik, Ada Anomali Persepsi Masyarakat soal Citra Penegak Hukum - Image Caption


News24xx.com -  Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menanggapi hasil survei citra penegak hukum di awal tahun 2025 dengan menempatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tertinggi dibanding Kejaksaan Agung dan Kepolisian.

Di mata Boyamin ada anomali persepsi masyarakat atas hasil survei dari Litbang Kompas terhadap KPK yang mengalami kenaikan signifikan dari 60,9 persen pada September 2024 menjadi 72,6 persen di Januari 2025.

Sedangkan Kejaksaan Agung citra positifnya mencapai 70 persen dan Polri berada di posisi terakhir dengan 65,7 persen.

“Padahal, jika membandingkan prestasi dari ke tiga lembaga terdapat juga anomali. Sebab Kejaksaan Agung yang jarang melakukan operasi tangkap tangan (OTT), namun sekali sabet (OTT) terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung Ricar Zarof dapat uang hampir Rp1 triliun,” ungkap Boyamin kepada media, Sabtu (25/1/2025).

Lalu minimal empat hakim terkait bebasnya Ronald Tannur serta prestasi-prestasi besar non proyek dan suap seperti dalam kasus Timah, Asabri, Jiwasraya, Perkebunan dan lain-lainnya telah dituntaskan.

“Sementara Polri sukses mengawal dan mengamankan Pemilu termasuk Pilkada Serentak dan respon cepat atas perkara-perkara viral di masyarakat,” ujarnya.

Adapun KPK, ucap dia, masih berkutat kontroversi lama dengan pimpinan baru belum lama dilantik dan belum menunjukkan prestasi mengungkap kasus- kasus besar, OTT level kecil dan masih berkutat perkara baku.

“Yaitu perkara suap dan perkara perdagangan pengaruh dalam pengadaan atau proyek, perijinan dan promosi jabatan,” ucap Boyamin.

Boyamin menilai kemungkinan naiknya citra KPK karena masyarakat melihat upaya KPK dalam menuntaskan perkara buron Harun Masiku dengan menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.

Sementara di sisi lain, kata dia, masyarakat belum melihat kegagalan KPK dalam melaksanakan tugasnya dalam pencegahan korupsi dengan masih banyaknya kebocoran anggaran negara.

KPK juga masih gagal dalam mensupervisi karena lembaga lain berprestasi nyatanya bukan atas dorongan koordinasi dari KPK. Karena itu MAKI terkejut, aneh dan terperanjat serta bingung atas penilaian masyarakat yang belum melihat prestasi secara menyeluruh dari lembaga penegak hukum,” ujarnya.

Apalagi, kata Boyamin, MAKI telah lama mengawasi, mengawal dan bahkan sering melakukan gugatan praperadilan terhadap perkara-perkara mangkrak di ke tiga lembaga hukum tersebut.

“Maka dari ketiganya jika dipraperadilankan dalam kasus-kasus yang mangkrak, respon dari KPK  paling lemot dan terkesan tidak peduli seperti misalnya dalam kasus Bank Century,” ujarnya.

Sedangkan Kejagung, tanpa harus digugat melakukan teroboson-terobosan yang menggetarkan karena menangani korupsi dengan kerugian besar ratusan triliun dan puluhan triliun yang disita untuk mengembalikan kerugian negara.

Oleh karena itu, tegas dia, masyarakat harus dicerdaskan dengan sosialiasi yang masif sehingga akan lebih obyektif dalam memberikan penilaian terhadap citra penegak hukum.

“Sehingga apapun hasil survei, semua lembaga penegak hukum tidak boleh kendor semangat, dan justru memacu prestasi yang lebih hebat. Masyarakat perlu diyakinkan dengan prestasi hebat yang berkesinambungan,” ucapnya.

MAKI sendiri, ujar Boyamin, berprinsip tetap menghormati hasil survei Litbang Kompas sebagai sarana untuk memperbaiki kerja-kerja lembaga penegak hukum lebih berprestasi kedepannya. ***